![]() |
|||||
>>> Spiritualisasi Pendidikan, Menuju Pendidikan Budi Pekerti >>> Oleh : Sukidi* Dalam suasana hiruk pikuk apresiasi, kritik, dan rekonstruksi sistem pendidikan di Indonesia, saya terpanggil memberikan sumbangsih berbentuk agenda spiritualisasi pendidikan. Ini penting, selain sebagai wacana tak "tersentuh" di kalangan akademisi maupun pakar pendidikan, agenda spiritualisasi pendidikan juga menjadi kerangka paradigma alternatif terhadap gejala sekulerisasi sekaligus dikotomisasi sistem pendidikan di Indonesia. Pertama, sekulerisasi pendidikan. Ini tampak, misalnya dari sistem dan orientasi belajar siswa di sekolah yang sepenuhnya diarahkan untuk mengejar kesuksesan secara fisikal dan material, seperti karier, jabatan, kekuasaan, dan uang. State of mind generasi kita di-set up dalam kerangka itu, sehingga out put generasinya pun menjadi serba materialistik, konsumeristik, bahkan tak jarang menjurus ke arah hedonistik. Jika dilacak secara epistemologis, maka mata rantai itu, yang terbungkus rapi dan sistemik dalam sistem pendidikan di Indonesia, justru tak lepas dari konstruksi filsafat pendidikan kita yang lebih menitikberatkan filsafat antroposentrisme ketimbang teosentrisme. Perbedaan titik pijak dan paradigma ini, berpengaruh kuat terhadap proses pembelajaran dan out put yang dicapai melalui proses pendidikan. Kedua, dikotomisasi pendidikan. Entah sebab atau justru akibat sekulerisasi pendidikan, yang kemudian terjadi adalah fenomena dikotomisasi sistem pendidikan di Indonesia. Ini tampak, misalnya dari adanya pandangan pendidikan yang begitu dikotomis: satu sisi, ada "pendidikan umum" di bawah Departemen Pendidikan Nasional; di sisi lain ada "pendidikan agama" di bawah Departemen Agama. Seolah dirancang secara terpisah, fragmentatif, dan dikotomis, maka dualisme sistem pendidikan itu melahirkan dikotomi baru antara "ilmu umum" di satu sisi dan "ilmu agama" pada sisi lain. Lebih jauh lagi, dikotomi baru itu mereproduksi dikotomi lebih baru lagi antara "pendidikan modern" (umum) dan "pendidikan tradisional" (agama). Secara struktural, dikotomisasi sistem ini terjadi sejak usia dini, mulai tingkat pertama (SD "versus" MI), tingkat menengah (SMP "versus" MTs), tingkat atas (SMU "versus" MAN) sampai level perguruan tinggi (universitas "versus" IAIN). Bahkan, pada tingkat materi kurikulum pun, terjadi dikotomi begitu ketat. Di satu sisi, jalur pendidikan agama begitu sedikit dari muatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan pada sisi lain jalur pendidikan umum berjalan tanpa kendali nilai spiritual-keagamaan. Padahal, kita sudah diingatkan adagium klasik, ilmu berjalan tanpa agama akan buta, sementara agama berjalan tanpa ilmu akan lumpuh. Tiga kerangka ilmu Spiritualisasi pendidikan mendasarkan bangunan epistemologisnya ke dalam tiga kerangka ilmu: dasar filsafat, tujuan nilai, dan orientasi pendidikan. Pertama, dasar filsafat. Jika pendidikan sekuler mendasarkan diri pada filsafat antroposentrisme, maka spiritualisasi pendidikan tentu mengedepankan filsafat teosentrisme. Perbedaan titik pijak ini jelas menimbulkan visi, watak, dan sistem pendidikan berbeda. Jika konstruksi pendidikan berangkat dari filsafat antroposentrisme, maka ia lebih mendasarkan diri pada pemikiran manusia dalam rangka "sekulerisasi pendidikan"-umum versus agama-untuk orientasi duniawi semata. Berbeda dengan spiritualisasi pendidikan yang lebih mengedepankan filsafat teosentrisme, ia bersandar pada pijakan dan orientasi ketuhanan. Tiap kerja manusia (orientasi kemanusiaan), termasuk menimba setetes ilmu pun, punya nilai dan implikasi pada orientasi ketuhanan, juga sebaliknya. Ini sekaligus menjadi rasionalitas minimal untuk mengikis sekulerisasi dan dikotomisasi sistem pendidikan kita. Kedua, tujuan pendidikan. Jika pendidikan sekuler bertujuan membangun kehidupan duniawi, seperti sukses, sejahtera, makmur, adil, yang semuanya serba fisikal dan material, maka spiritualisasi pendidikan diarahkan untuk membangun kehidupan duniawi melalui pendidikan sebagai wujud pengabdian kepada-Nya. Ini berarti, membangun kehidupan duniawi bukan tujuan final, tetapi sekadar gerbong menuju kehidupan spiritual yang kekal dan abadi sebagai tujuan final perjalanan hidup manusia. Dalam konteks inilah, spiritualisasi pendidikan menumbuhkan segi-segi kesadaran kepada siswa akan pentingnya "asal dan orientasi akhir" dari perjalanan pendidikan dan kehidupan, sehingga melahirkan mind set di kalangan siswa yang lebih spiritual, bukan melulu material. Ketiga, nilai dan orientasi pendidikan. Jika pendidikan sekuler didasarkan pada nilai dan orientasi pengembangan iptek sebagai nilai dan orientasi ilmu, maka spiritualisasi pendidikan juga mengembangkan iptek dengan segi penambahan iman dan takwa (imtak) sebagai ruh spiritual pendidikan itu sendiri. Maksudnya, segi imtak menjiwai seluruh proses pendidikan, termasuk penguasaan iptek. Parameter kecerdasan Tiga kerangka ilmu dalam spiritualisasi pendidikan itu juga punya implikasi serius terhadap sistem pendidikan di sekolah. Soal penilaian terhadap siswa terkait dengan parameter kecerdasan, misalnya terjadi pergeseran signifikan: dari melulu kecerdasan intelektual (IQ), menuju ke arah kecerdasan emosional (EQ), dan akhirnya bermuara pada kecerdasan spiritual (SQ). Selama ini sistem pendidikan kita selalu mengukur kecerdasan siswa hanya dari segi kecerdasan intelektual (IQ, intellectual quotient). Siswa cerdas atau tidak, hanya diukur dari IQ. Tak aneh bila IQ lalu menjadi satu-satunya parameter kepintaran dan kecerdasan siswa di hampir semua sekolah. Lantas, bagaimana dengan kisah Jason H, siswa paling cerdas di SMU Coral Springs Florida yang bercita-cita masuk kedokteran, tega menusuk guru fisikanya, Pologruto, dengan pisau dalam perkelahian di ruang praktik fisika? Peristiwa itu terjadi karena Pologruto memberi Jason nilai 80 pada sebuah tes, dianggap menghalang-halangi Jason meraih cita-citanya. Namun, hakim memutuskan, Jason tidak bersalah karena ia dianggap gila sementara selama peristiwa itu. Sebuah panel terdiri dari empat psikolog dan psikiater bersumpah, ia gila selama perkelahian itu. Jason mengatakan, akan menemui Pologruto karena nilai itu dan akan bunuh diri. Pologruto menyampaikan cerita berbeda, "Saya rasa ia betul-betul coba membunuh saya dengan pisau itu", karena ia amat marah atas nilai itu. Setelah pindah ke sekolah swasta, Jason lulus sebagai juara kelas. Meski demikian, David Pologruto mengeluh, Jason tak pernah minta maaf atau mau bertanggung jawab atas serangan itu. Cerita tragis seperti dipaparkan Daniel Goleman dalam Kecerdasan
Emosional, (Gramedia, 1999, cet ke-9, h 43-4) Terlampau banyak "Jason-Jason" lain yang pintar dan cerdas di sekolah, namun canggung dalam kehidupan emosi. Di panggung politik kita, banyak elite politik yang secara akademis memakai gelar doktor dan profesor ternyata justru tampak arogan, sombong, dan emosinya tak terkendali (nafsu serakah). Jika kita lacak ke akar pendidikannya, mereka adalah produk pendidikan yang hanya menekankan segi kepintaran dan kecerdasan secara IQ, dengan mengabaikan segi-segi kecerdasan emosi (EQ), apalagi spiritual (SQ). Oleh karena itu, sistem pendidikan kita jelas out of date bila hanya mengandalkan IQ sebagai satu-satunya parameter kecerdasan siswa. Perlu dikembangkan parameter kecerdasan lain sebagai ukuran kecerdasan siswa. Kecerdasan emosional (emotional intelligence/EI) yang diukur dengan emotional quotient (EQ) menjadi penting sebagai parameter kecerdasan tambahan untuk mengukur kecerdasan siswa. Apalagi, berbagai temuan riset baru sudah dipaparkan Goleman, sekadar untuk menegaskan, EQ dapat sama ampuhnya dan kadang lebih ampuh daripada IQ. Bahkan, dengan memanfaatkan penelitian yang menggemparkan tentang otak dan perilaku, Goleman memperlihatkan faktor-faktor terkait mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang menjadi sukses. Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi cerdas, "kecerdasan emosional" (EQ). Kecerdasan emosional perlu ditumbuhkembangkan kepada siswa, agar bisa mengelola kehidupan emosionalnya menjadi lebih terkendali dan terarah. Jika siswa tidak diajarkan bagaimana mengelola emosinya, tentang bagaimana mengelola kehidupan emosionalnya, dan bagaimana membawa emosi menjadi lebih cerdas, yang terjadi bukan saja pertumbuhan dan perkembangan emosi siswa menjadi terhambat, tetapi lebih dari itu. Siswa-akibat tak bisa mengelola emosinya-justru sering melampiaskan emosinya ke arah amarah dan tindakan destruktif, seperti kenakalan dan tawuran antarsiswa di berbagai kota besar dan pelosok daerah. Ini menunjukkan rendahnya kualitas kecerdasan emosional di kalangan siswa. Padahal, seperti ditegaskan Goleman, kecerdasan emosional inilah yang justru mengantarkan kesuksesan siswa di berbagai organisasi dan perusahaan besar. Kecerdasan emosional mengajarkan kepada siswa untuk bersikap empatik dan simpatik kepada sesama siswa, guru, orangtua, bahkan masyarakat luas. Jika siswa mampu menumbuhkan kecerdasan emosional yang tinggi, maka guru dalam sistem pendidikan kita perlu memberikan apresiasi nilai dan prestasi tinggi. Bahkan, kualitas kecerdasan emosional siswa perlu menjadi kerangka acuan nilai bagi guru dalam proses pengajaran di ruang kelas. Pendidikan spiritual dan budi pekerti Lantas, di mana letak spiritualisasi pendidikan dalam menumbuhkan kecerdasan siswa? Spiritualisasi pendidikan tidak sekadar mengajarkan siswa untuk lebih empatik dan simpatik kepada sesama siswa, guru, orangtua, dan masyarakat luas, tetapi lebih dari itu, menumbuhkan "kecerdasan spiritual" kepada siswa dalam pendidikan dan kehidupan. Spiritualisasi pendidikan melalui kecerdasan spiritual (spiritual intelligence, Spiritual Quotient), memberi guide lines kepada guru untuk mengajarkan arti pentingnya pendidikan spiritualitas. Sejenak, kita tak boleh terkecoh bahwa dengan pendidikan spiritual, guru akan mengajarkan kurikulum tersendiri bernama spiritualitas. Bukan itu. Pendidikan spiritual yang dapat menajamkan kualitas kecerdasan spiritual terhadap guru maupun siswa adalah nilai-nilai spiritualitas sendiri yang diobyektivikasi ke dalam pendidikan kita. Nilai-nilai dimaksud adalah kejujuran, keadilan, kebajikan, kebersamaan, kesetiakawanan sosial, dan lainnya, harus diinternalisasikan kepada siswa sejak usia dini. Sebagai guru, yang juga ingin meraih kualitas kecerdasan spiritual lebih tinggi, bisa memperoleh hal itu melalui sikap keteladanan dalam mengajarkan pendidikan spiritualitas. Pendidikan akan arti penting sebuah kejujuran, misalnya dapat diinternalisasi kepada siswa melalui keteladanan moral dari guru sendiri. Karena, faktor keteladanan moral seorang guru amat menentukan psikologi, karakter, dan kepribadian siswa. Apalagi, amat populer bahwa "guru" diyakini sebagai digugu lan ditiru (dianut dan diteladani). Maksudnya, tiap ucapan seorang guru, harus didengar siswa sebagai peserta didik sekaligus diteladani dalam perilaku sehari-hari. Di sinilah pentingnya keteladanan moral seorang guru. Nilai-nilai seperti kejujuran dan keteladanan moral yang baik itulah yang menjadi level tertinggi kecerdasan spiritual kita. Makin kita baik dalam kejujuran dan keteladanan moral, kualitas kecerdasan spiritual kita akan makin baik dan naik secara kualitatif. Seharusnya nilai-nilai itulah yang kini diobyektivikasi dalam sistem pendidikan kita. Dalam konteks nilai-nilai spiritual, misalnya, dapat diobyektivikasi dalam pendidikan moral dan budi pekerti. Hanya saja, pendidikan moral dan budi pekerti akan berjalan efektif dan sukses bila-sekali lagi-diiringi keteladanan moral dan budi pekerti mulia dari seorang guru, digugu lan ditiru. Kita bayangkan, jika pendidikan moral dan budi pekerti sejak dini ditanamkan kepada siswa, kita akan memetik hasil secara lebih memuaskan, yang menjelma dalam bentuk perilaku sopan dan beradab di kalangan siswa. Selanjutnya, wujud pendidikan moral dan budi pekerti ini tidak hanya tampak di sekolah, tetapi menyebar ke luar, reflektif, dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan moral dan budi pekerti sudah beyond school. Sekolah boleh selesai dan berhenti, tetapi belajar dan merefleksikan moral dan budi pekerti luhur dalam hidup sehari-hari tak akan pernah berhenti. Dengan demikian, sekolah tidak lagi berfungsi menyertifikasikan sehelai ijazah, tetapi menjadi school of life (sekolah kehidupan). Dalam The Aquarian Conspiracy, Personal and Social Transformation in the 1980s, (Los Angeles: JP Tarcher, 1980), Marilyn Ferguson yang mendokumentasikan kecenderungan-kecenderungan perubahan baru dalam pemerintahan, politik, bisnis, peran jender, ilmu, agama, psikologi, bahkan pendidikan, secara memikat mencatat perubahan paradigma baru dalam pendidikan dan pembelajaran. Jika menyimak paradigma lama pendidikan (the old paradigm of education) memaknai pembelajaran sebagai produk dan tujuan (as a product and destination), maka dalam paradigma baru pembelajaran (the new paradigm of learning) sesuai zaman Konspirasi Aquarian dimaknai sebagai proses dan petualangan (as a process and journey). Maka, sekolah (formal) boleh selesai. Tetapi, belajar tak pernah berhenti. Belajar adalah "proses menjadi" dan petualangan hidup. Belajar sejati adalah belajar dalam kehidupan. Memaknai kehidupan secara lebih bermakna, berarti, dan religius-spiritual. Sukidi* : Ketua BP Pusat Studi Agama dan Peradaban, Muhammadiyah, Menteng
>>> Seni Menata Hati dalam Bergaul >>> Oleh : A Gymnastiar* Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang bernilai rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah. 1. Aku Bukan Ancaman Bagimu a. Hindari penghinaan b. Hindari ikut campur urusan pribadi c. Hindari memotong pembicaraan d. Hindari membandingkan e. Jangan membela musuhnya, mencaci
kawannya f. Hindari merusak kebahagiannya g. Jangan mengungkit masa lalu h. Jangan mengambil haknya i. Hati-hati dengan kemarahan j. Jangan menertawakannya k. Hati-hati dengan penampilan, bau
badan dan bau mulut 2. Aku menyenangkan bagimu a. Wajah yang selalu cerah ceria menandakan kesejukan hati. b. Senyum tulus c. Kata-kata yang santun dan lembut d. Senang menyapa dan mengucapkan
salam e. Jangan lupa untuk menjawab salam dengan sempurna dan penuh perhatian. f. Bersikap sangat sopan dan penuh
penghormatan g. Senangkan perasaannya h. Penampilan yang menyenangkan i. Maafkan kesalahannya 3. Aku Bermanfaat Bagimu Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita dapatkan tapi dari nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi sesama. a. Rajin bersilaturahmi b. Saling berkirim hadiah c. Tolong dengan apapun d. Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah bahwa kebaikan sekecil apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna oleh sang Pencipta. e. Sumbangan ilmu dan pengalaman A Gymnastiar* : Enterpreneur dari Bandung
>>> Bahaya Asap Rokok >>> Kita semua tahu, merokok dekat banget dengan berbagai penyakit menyeramkan. Bahkan kematian. Apakah kita rela mati demi rokok? Amit-amit deh! Asap rokok
mengandung tar dan karbon monoksida.
Rokok yang mengandung kadar tar rendah, bukan jaminan rokok itu aman buat
kesehatan. Saat menghisap rokok, perokok dan orang-orang di sekitarnya
sebenarnya sedang menabung zat-zat karsinogenik yang menunggu waktu untuk
berkembang jadi penyakit. Racun rokok dekat dengan kanker saluran napas,
bronkhitis, bengek, gangguan jantung, dan stroke.
>>> Kiat-kiat Membangun Kepercayaan >>> Oleh : A Gymnastiar Sungguh dahsyat pengaruh suatu kepercayaan dan luar biasa pentingnya untuk kesuksesan karir kehidupan di dunia maupun di akhirat, nah melampaui modal harta benda, kedudukan, jabatan, atau ilmu sekalipun. Ketika kepercayaan sudah sirna di hati orang lain, sulit sekali ntuk tumbuh, walaupun dengan berjuta janji atau membayar dengan harta sebanyak apapun, jikalau kepercayaan di hati orang sudah hilang maka perasaan yang muncul selalu mencurigai dan rasa tidak percaya diri akan selalu membayang dan membekas. Berikut ini sekelumit uraian yang akan menumbuhkan dan memperkuat kepercayaan seseorang. A. Kejujuran yang terbukti dan teruji Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan kehidupan seseorang. . Kejujuran yang terbukti dan teruji Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan kehidupan seseorang. Biasakanlah selalu jujur dimulai dari hal yang paling sederhana dan kecil sekalipun, walaupun terhadap anak kecil, yakinlah tak akan pernah untung sama sekali dengan ketidakjujuran selain kerugian yang mendera dan menghancurkan, sudah terlalu banyak bukti di sekitar kita untuk dijadikan pelajaran.
B. Cakap Komponen kedua yang tak kalah pentingnya adalah kehandalan dan kecakapan kita dalam melaksanakan tugas. Walaupun sangat dikenal dan teruji kejujurannya tapi kalau dalam melaksanakan tugas sering berbuat lalai dan kesalahan maka hal ini pun akan merontokkan kredibilitas.
C. Inovatif Segala sesuatu yang ada selalu berubah, di dunia ini tidak ada sesuatu apapun yang tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri, oleh karena itu siapa pun yang tidak menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan maka dia akan tergilas kalah oleh perubahan tersebut. Sesungguhnya orang yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi karena berarti tak ada kemajuan dan tetinggal oleh perubahan, orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti akan tertinggal jauh dan sulit mengejar, satu-satunya pilihan bagi orang yang beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, berarti harus ada penambahan sesuatu yang bermanfaat, inilah sikap perubahan yang diharapkan selalu terjadi pada seorang orang, sehingga tidak akan pernah tertinggal, dia selalu antisipatif terhadap perubahan, dan selalu siap menyikapi perubahan. Berikut ini beberapa anjuran agar kita dapat selalu mengembangkan kemampuan kreatif kita:
Mudah-mudahan kegighan diri kita, menjaga agar karir hidup ini menjadi orang bersih, terbuka, jujur dan terpercaya. Selamat berjuang saudaraku sekalian.
>>> Bahaya Asap Rokok >>> Kita semua tahu, merokok dekat banget dengan berbagai penyakit menyeramkan. Bahkan kematian. Apakah kita rela mati demi rokok? Amit-amit deh! Asap rokok
mengandung tar dan karbon monoksida.
Rokok yang mengandung kadar tar rendah, bukan jaminan rokok itu aman buat
kesehatan. Saat menghisap rokok, perokok dan orang-orang di sekitarnya
sebenarnya sedang menabung zat-zat karsinogenik yang menunggu waktu untuk
berkembang jadi penyakit. Racun rokok dekat dengan kanker saluran napas,
bronkhitis, bengek, gangguan jantung, dan stroke.
>>> Kiat-kiat Membangun Kepercayaan >>> Oleh : A Gymnastiar Sungguh dahsyat pengaruh suatu kepercayaan dan luar biasa pentingnya untuk kesuksesan karir kehidupan di dunia maupun di akhirat, nah melampaui modal harta benda, kedudukan, jabatan, atau ilmu sekalipun. Ketika kepercayaan sudah sirna di hati orang lain, sulit sekali ntuk tumbuh, walaupun dengan berjuta janji atau membayar dengan harta sebanyak apapun, jikalau kepercayaan di hati orang sudah hilang maka perasaan yang muncul selalu mencurigai dan rasa tidak percaya diri akan selalu membayang dan membekas. Berikut ini sekelumit uraian yang akan menumbuhkan dan memperkuat kepercayaan seseorang. A. Kejujuran yang terbukti dan teruji Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan kehidupan seseorang. . Kejujuran yang terbukti dan teruji Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan kehidupan seseorang. Biasakanlah selalu jujur dimulai dari hal yang paling sederhana dan kecil sekalipun, walaupun terhadap anak kecil, yakinlah tak akan pernah untung sama sekali dengan ketidakjujuran selain kerugian yang mendera dan menghancurkan, sudah terlalu banyak bukti di sekitar kita untuk dijadikan pelajaran.
B. Cakap Komponen kedua yang tak kalah pentingnya adalah kehandalan dan kecakapan kita dalam melaksanakan tugas. Walaupun sangat dikenal dan teruji kejujurannya tapi kalau dalam melaksanakan tugas sering berbuat lalai dan kesalahan maka hal ini pun akan merontokkan kredibilitas.
C. Inovatif Segala sesuatu yang ada selalu berubah, di dunia ini tidak ada sesuatu apapun yang tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri, oleh karena itu siapa pun yang tidak menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan maka dia akan tergilas kalah oleh perubahan tersebut. Sesungguhnya orang yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi karena berarti tak ada kemajuan dan tetinggal oleh perubahan, orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti akan tertinggal jauh dan sulit mengejar, satu-satunya pilihan bagi orang yang beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, berarti harus ada penambahan sesuatu yang bermanfaat, inilah sikap perubahan yang diharapkan selalu terjadi pada seorang orang, sehingga tidak akan pernah tertinggal, dia selalu antisipatif terhadap perubahan, dan selalu siap menyikapi perubahan. Berikut ini beberapa anjuran agar kita dapat selalu mengembangkan kemampuan kreatif kita:
Mudah-mudahan kegighan diri kita, menjaga agar karir hidup ini menjadi orang bersih, terbuka, jujur dan terpercaya. Selamat berjuang saudaraku sekalian. >>> Sel Surya Menggunakan Bahan Organik >>> Oleh : Hariyadi* Krisis moneter yang dialami Indonesia dewasa ini secara langsung akan membawa dampak yang semakin nyata terhadap berbagai program pemerintah seperti distribusi penggunaan tenaga listrik ke seluruh wilayah Indonesia dan berbagai pengembangan teknologi lainnya termasuk di dalamnya program riset yang merupakan embrio bagi lahirnya revolusi teknologi. Dengan realita tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis kepada efek photovoltaic dari piranti Sel Surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik yang murah, bebas polusi, dan alami menjadi suatu pilihan yang tepat. Namun realita yang ada sekarang ini penggunaan Sel Surya sebagai sumber listrik masih sangat minim dan belum bisa diandalkan sebagai suatu sumber tenaga alternatif yang dapat mengganti tenaga listrik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti : kemampuan Sel Surya yang belum optimal dalam menghasilkan tenaga listrik, proses pembuatan Sel yang memerlukan operasi pembiayaan yang mahal, apalagi jika Sel tersebut masih harus diimpor bagi pembuatan modul Sel Surya [1], dan lain sebagainya. Teknologi Sel Surya merupakan salah satu jenis teknologi masa depan yang hingga kini para peneliti dari berbagai negara berlomba-lomba untuk memperoleh piranti Sel Surya yang murah dengan kualitas yang rasional serta dapat dijadikan produk industri yang dapat dipasarkan. Dengan beberapa faktor tersebut di atas diharapkan juga akan semakin mendorong para peneliti Indonesia di bidang ini untuk lebih memfokuskan kemampuan membuat Sel secara riil yang kompetitif dengan berbagai cara termasuk mencari terobosan baru yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Berbagai bahan inorganik telah dibuat untuk piranti Sel seperti In0.5Ga0.5P/GaAs, kristal silikon, dll dengan struktur yang komplek [2-3]. Desain Sel tersebut biasa dilakukan dengan menggunakan teknik pemendapan bahan thin film (lapisan tipis) seperti Metal Organic Chemical Vapour Deposition (MOCVD), Molecular Beam Epitaxy (MBE), Screen-printing, dll. Tentu saja beberapa keuntungan dan kerugian akan diperoleh untuk masing-masing teknik. Perlu diketahui bahwa untuk mendapatkan bahan Sel tersebut diperlukan beaya yang tidak murah juga proses pembuatannya tidak sederhana, sehingga hanya beberapa kelompok peneliti saja yang memungkinkan dapat meneliti dan membuat desain Sel tersebut. Jika ada alternatif lain untuk mendapatkan bahan dan teknik pembuatan Sel yang bisa dijangkau oleh masyarakat peneliti Indonesia maka akan semakin banyak kelompok peneliti dapat melakukannya sehingga akan terjadi kompetisi yang konstruktif bagi pengembangan teknologi tersebut. Dalam artikel ini akan diberikan contoh fenomena photovoltaic yang diperoleh dari desain Sel Surya yang dibuat menggunakan bahan organik. Bahan organik relatif mudah diperoleh di Indonesia dengan harga yang relatif murah mengingat sumber alam yang melimpah yang ada perlu untuk dioptimalkan penggunaannya. Selain itu teknik yang dipergunakan untuk memendapkan lapisan thin film bahan tersebut adalah menggunakan teknik yang relatif sederhana, tidak memerlukan teknologi yang rumit sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran bagi variasi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia. Sel Surya Bahan Organik Berbagai jenis bahan organik telah dapat dipergunakan untuk men-desain berbagai piranti seperti Sel Surya, sensor, transistor, diode, reflektor sinar-X, dan lain-lain serta yang menarik adalah prospek teknologi elektronika molekul yaitu teknologi men-desain berbagai piranti elektronika dalam skala molekul didasarkan kepada rekayasa molekul dari bahan organik dan kombinasi bahan organik-logam (organometallic) [4-6]. Bahan Sel Surya Banyak bahan organik yang memungkinkan
untuk dibuat Sel Surya dengan beberapa kelebihan dan kekurangannya yang perlu
untuk dikembangkan dari waktu ke waktu sebagai contoh adalah desain Sel
menggunakan bahan Metal-free Phtalocyanine (Pc), yaitu bahan organik
phtalocyanine yang memiliki struktur molekul tanpa ada ikatan logam yang
dicampur dengan bahan Polyvinylacetate (PVA) menjadi senyawa baru yang
untuk mudahnya diberi istilah x-H2Pc,PVA [7]. Bahan
tersebut dibuat film dan dimendapkan di atas substrat dengan cara
meratakannya menggunakan mata pisau tipis atau dengan teknik spin-coating.
Bahan x-H2Pc sendiri merupakan bahan semikonduktor jenis
p, sedangkan bahan PVA dalam desain Sel ini berfungsi sebagai
pengikat antara substrat dengan bahan x-H2Pc. Spektrum
serapan untuk perubahan panjang gelombang dari bahan x-H2Pc,PVA
dengan ketebalan 2 m m seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Dari spektrum
tersebut dapat dilihat intensitas serapan maximum cahaya tampak oleh bahan
pada panjang gelombang sekitar 670 nm.
Gambar 1. Spektrum serapan bahan x-H2Pc,PVA terhadap perubahan panjang gelombang
Desain Sel Surya dan Karakterisasi Dalam membuat desain Sel, bahan x-H2Pc,PVA dimendapkan di atas substrat yang terbuat dari bahan SnO2/Sb (disebut dengan NESA), sementara itu lapisan elektrode transparan (dengan persentase transmisi optik sebesar 10% - 50%) dibuat dengan memendapkan bahan aluminium (Al) di atas bahan Sel menggunakan teknik evaporation. Skema desain Sel Surya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema desain Sel Surya dengan struktur NESA / (x-H2Pc,PVA) / Al. Karakterisasi Sel dalam keadaan gelap (tidak ada sinaran) dan sewaktu ada sinaran ditunjukkan seperti pada Gambar 3(a dan b). Selama penyinaran berlangsung, elektrode aluminium menjadi bermuatan negatif terhadap elektrode NESA. Cahaya dengan panjang gelombang 670 nm dan kerapatan tenaga sebesar 6 u W/cm2 yang disinarkan ke Sel akan diperoleh tegangan open circuit (VOC) sebesar 0.86 V dengan kerapatan arus short circuit (JSC) sebesar 1.4 u A/cm2. Nilai fill-factor (ff) Sel diperoleh sekitar 0.33. Sehingga dari karaketrisasi tersebut diperoleh nilai koefisien konversi tenaga sebesar 6.6 %. Karakteristik Sel dengan struktur NESA / (x-H2Pc,PVA) / Al bergantung kepada konsentrasi bahan x-H2Pc di dalam bahan polimer PVA, juga ketebalan film yang dibuatnya.
Gambar 3. Hubungan kerapatan arus-tegangan (J-V) Sel Surya pada keadaan (a) gelap, dan (b) sewaktu ada sinaran. Penutup Dari hasil karakterisasi Sel Surya menggunakan bahan x-H2Pc,PVA di atas telah diperoleh efisiensi konversi tenaga lebih besar dari 6 %. Meskipun nilai tersebut masih jauh dibandingkan dengan Sel Surya yang dibuat dengan bahan inorganik dengan struktur yang komplek, namun desain Sel tersebut dapat dikatakan relatif murah dan sederhana. Dari fenomena yang sederhana ini dapat dikembangkan kualitas piranti Sel Surya dengan mengkaji secara intensif bahan baru yang sesuai untuk Sel melalui penelitian inter-disipliner seperti bidang fisika dan kimia sehingga bisa diperoleh nilai efisiensi yang lebih tinggi lagi yang kompetitif dengan bahan inorganik. Hariyadi* : Dept of Physics University of Essex Wivenhoe Park Colchester CO4 3SQ England dan staff pengajar Universitas Achmad Dahlan >>> Kiat Memangkas Tagihan Listrik >>> Majalah ENERGI,
Edisi Oktober 2001
>>> Menuai Energi dari Laut >>> Laut tidak hanya menyimpan beragam ikan dan sumber daya hayati lainnya. Lebih dari itu, perairan Indonesia sebenarnya menyimpan energi terbarukan yang antipolusi, ramah lingkungan, dan awet sepanjang masa. Sayangnya, potensi itu belum digarap serius. Mendayagunakan energi dari laut Indonesia memang sebenarnya sudah lama tercetus. Dari beberapa seminar ilmiah pun kerap dibahas para pakar. Tetapi entah kenapa, ide itu timbul dan tenggelam. Hingga kini, kita belum melihat satu pun dari ide itu yang terwujud. Lihat saja upaya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sejak pertengahan 1990-an, BPPT bekerja sama dengan Norwegia mengkaji teknologi energi gelombang sistem Tappered Channel (Tapchan) untuk pembangkit listrik. Karena krisis ekonomi yang berkepanjangan ditambah dengan berbagai alasan teknis lainnya, proyek yang menurut rencana berada di Pantai Baron, Yogyakarta, itu tidak kunjung terwujud. Padahal, pantai Baron berpotensi menghasilkan listrik hingga 1,1 megawatt. Di Norwegia, sistem Tapchan telah terbukti mampu menuai energi listrik. Sebenarnya mekanisme kerjanya sederhana. Teknologi ini dirancang untuk menampung empasan air laut yang menerjang pantai ke dalam suatu kolam reservoir. Kolam itu berada sekitar dua meter di atas permukaan laut. Air di dalam reservoir kemudian dialirkan ke sebuah dam dan dipakai untuk memutar turbin pembangkit listrik. Dengan demikian, selama masih ada air laut di dalam kolam reservoir, listrik akan terus mengalir. Jadi, kuncinya terletak pada kondisi geografi berupa pantai terjal plus ombak yang memiliki ketinggian rata-rata minimal dua meter. "Tampaknya, wilayah pantai Indonesia yang menghadap Samudera Hindia cocok untuk sistem Tapchan," kata Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi BPPT Dr Subagjo Imam Bakri. Ia mengatakan, pembangkit listrik Tapchan yang pertama diharapkan segera dibangun di pantai Baron dengan kapasitas terpasang 1,1 MW. Mampukah Menneg Ristek Hatta Rajasa mewujudkan harapan itu? "Mighty Whale" Terlepas dari itu, potensi energi gelombang laut juga sedang dikaji Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dengan Japan Marine Science & Technology Center (Jamstec). Mereka mengkaji pembangkit listrik tenaga gelombang jenis Mighty Whale alias si ikan paus. Sistem konstruksinya menyerupai ikan paus, berbentuk bangunan terapung dengan panjang 50 meter, lebar 30 meter, dan tinggi 12 meter. Di dalam bangunan terapung itu, dijumpai dinamo pembangkit listrik yang mampu menghasilkan listrik sampai 60 kW. Bangunan si ikan paus itu diapungkan pada jarak sekitar 1 kilometer dari pantai dengan kedalaman 30 meter. Dengan begitu, 8 meter bangunan itu masuk ke air, sedangkan sisanya (4 meter) muncul di permukaan air laut. Pergerakan gelombang laut yang masuk masuk ke "mulut" ikan paus tadi lalu menekan dan memutar baling-baling dinamo listrik. Dari sanalah listrik diproduksi. "Si ikan paus ini cocok ditempatkan di sebuah teluk, sekaligus berfungsi sebagai penahan ombak. Dengan demikian, perairan yang berada di belakang konstruksi ini bisa dipakai untuk budi daya keramba jaring apung, diving, atau wisata bahari lainnya," kata Kepala Pusat Riset Teknologi Kelautan BRKP Dr Hartanta Tarigan. BRKP sebenarnya sudah mendapatkan satu unit Mighty Whale secara gratis dari Jamstec untuk dipasang di Indonesia. Persoalannya, mengangkut bangunan berukuran 30 x 50 meter dari Jepang ke Indonesia itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kincir Air Upaya membangkitkan listrik dari laut bukan hanya berhenti di situ. BRKP juga menjalin kerja sama dengan Marine Current Turbines Inggris untk mengkaji sistem kincir air, suatu pembangkit listrik energi gelombang hasil putaran baling-baling yang dibenamkan di dalam laut. Menurut Hartanta, kincir air itu lebih efisien ketimbang kincir angin yang dipasang di darat. Kincir air hanya membutuhkan seperempat luas wilayah dibandingkan yang diperlukan kincir angin. Kincir air juga tidak membuat telinga menjadi bising sebagaimana halnya kincir angin. Saat ini, satu unit kincir air bisa memproduksi sekitar 300 kW listrik. Alat itu bisa dipasang di pantai berkedalaman 20-35 meter dengan kecepatan arus rata-rata 4-5 knots. "Dilihat dari kondisi yang ada, sebenarnya banyak wilayah pantai Indonesia yang sesuai untuk penempatan kincir air," ujar Hartanta. Untuk itulah, kata dia, pihaknya sedang mencari mitra (pemda) guna mengembangkan sistem kincir air ini dalam bentuk prototipe. Sesuai dengan otonomi daerah, maka semua itu diserahkan sepenuhnya kepada inisiatif pemda. Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa pilihan teknologi energi gelombang laut yang tersedia cukup beragam. Tenaga ahli domestiknya pun siap. Lalu, kapan lagi kita bisa menuai energi dengan cara-cara yang ramah lingkungan secara serius? Sebagai benua maritim, sudah sangat wajar kalau penguasa negeri ini punya orientasi memprioritaskan keunggulan komparatifnya. Sayangnya, selama ini potensi sumber daya laut khas Indonesia semacam itu sepertinya disia-siakan.( Pembaruan/Budiman)
|
|||||